Kulon Progo – SD Negeri Dukuh Panjatan mengantisipasi praktik perundungan dan kekerasan dengan mengimplementasikan budaya ngajeni. Hal ini disampaikan Kepala Sekolah Aryati Jumat (1/12) kepada BPMP DIY di ruang kerjanya.
“Budaya ngajeni ini sebagai inti dari gerakan anti bullying dan kekerasan yang menjadi amanat dari Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP),” ungkap Aryati. Sekolahnya menurut Aryati sudah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan(TPPK) dengan SK No.421.23/SD-DK/VII/2023.
“Sesuai pedoman, TPPK di SD Negeri Dukuh Panjatan melibatkan unsur tenaga pendidik dan kependidikan, komite, dan orang tua siswa,” jelas Aryati. Pihaknya telah mengawali penyusunan instrumen komitmen anti perundungan dan kekerasan pada bulan Agustus 2023.
Sosialisasi juga telah dilakukan kepada warga sekolah, dan Aryati sangat mengapresiasi sambutan yang baik dari orang tua siswa. “Program inilah yang kami tunggu-tunggu agar sekolah bebas dari bullying, sehingga anak-anak akan merasa aman, nyaman, dan senang mengikuti pembelajaran,” ungkap Rais Purwanto salah satu wali siswa kelas 1 dan 3.
“Semua warga sekolah baik kepala sekolah, guru, karyawan, komite, paguyuban orang tua (POT), dan siswa serentak berkomitmen terhadap gerakan ini,” tegas Aryati. Deklarasi komitmen siswa kelas 1 – 6 untuk menghindari praktik kekerasan dan perundungan menurut aryati telah dilaksanakan di Bulan Oktober.
Pihaknya mengembangkan nilai-nilai budaya ngajeni untuk diterapkan di lingkungan sekolah. “Dengan saling ngajeni diharapkan dalam pergaulan sehari-hari tidak ada lagi praktik perundungan dan kekerasan di sekolah kami,” kata Aryati.
Menurut Aryati, budaya ngajeni merupakan artefak tak benda masyarakat Yogyakarta yang perlu diwariskan kepada siswa sekolah melalui pembiasaan sikap ngapurancang, jempol, nuwun sewu/nderek langkung, nyuwun pangapunten, maturnuwun, mangga, dan injih dalam interaksi dengan siapapun.
Melalui budaya ngajeni ini, tindakan perundungan dan kekerasan dapat dihindari. Budaya ngajeni ini mendorong cara bergaul yang saling menghormati guru dan teman di sekolah, berteman dengan siapa saja, menyayangi guru dan teman, menolong teman yang membutuhkan, tidak mengejek teman, tidak menyakiti dan memalak teman, tidak menindas teman, serta tidak mengambil barang milik teman tanpa ijin.
Untuk menyamakan persepsi anti kekerasan dan perundungan melalui budaya ngajeni, pihaknya mengadakan kegiatan parenting yang diikuti olah kepala sekolah, guru, karyawan, komite, dan orang tua siswa. “Pada kegiatan parenting, semua elemen menandatangani komitmen untuk mewujudkan SD Negeri Dukuh bebas dari praktik perundungan dan kekerasan,” ungkap Aryati.
Budaya ngajeni untuk mencegah perundungan dan kekerasan, menurut Aryati selaras dengan visi sekolah yaitu “Berkarakter”. Selain itu gerakan ini juga sesuai dengan branding sekolah yaitu “SMART” yaitu Sehat, Mandiri, Aman, Ramah, dan Terampil. (yudha)