Intelektualisme Soekarno memungkinkannya untuk melakukan penjelajahan intelektual dengan mempelajari berbagai pemikiran tokoh-tokoh dunia seperti Gladston, Karl Marx, JJ Rousseau, Voltaire ditambah dengan penguasaan bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Perancis yang dikuasainya. Merdeka Belajar, berpikir kritis, growth mindset, menjadi hal yang melekat pada diri Soekarno.
Merdeka Belajar, berpikir kritis, growth mindset sejalan dengan Profil Guru Indonesia: Guru yang Berdaya serta memiliki beberapa ciri yakni berjiwa Indonesia, bernalar, pembelajar, profesional, berhamba pada anak.
Merdeka Belajar, berpikir kritis, growth mindset juga sejalan dengan profil Pelajar Pancasila yang memiliki sejumlah ciri yakni gotong royong, berkebhinekaan global, bernalar kritis, berakhlak mulia, kreatif, mandiri.
Bernalar kritis merupakan asesmen kompetensi yang akan diuji oleh Kemendikbud dalam Kebijakan Merdeka Belajar. Adapun bernalar kritis seperti kemampuan menganalisa dan kemampuan memecahkan masalah-masalah yang nyata. “Kemampuan untuk berpikir secara kritis dan menimbang berbagai solusi untuk suatu permasalahan,” kata Mendikbud Nadiem Makarim.
Pelajar Pancasila harus memiliki kemandirian. Penilaian terkait kemandirian bisa diukur dengan indikator motivasi. “Apakah mereka terdorong dengan motivasi dalam hatinya atau harus terus didorong dari luar. Kemandirian itu bertumpu dari namanya growth mindset, yaitu suatu filsafat bahwa saya bisa menjadi lebih baik, kalau saya terus berusaha sehingga saya ingin terus mencari informasi lebih banyak, saya harus bekerja keras karena saya bisa menjadi lebih baik,” tambah Nadiem. Menurutnya, growth mindset adalah kunci mindset untuk kemandirian siswa-siswi.
–teks dikutip dari @kemdikbud.ri
Untuk mengusung semangat merdeka belajar sebagaimana diinspirasikan oleh Bung Karno, Kemdikbud menyelenggarakan Kompetisi Imagi Digital: Bung Karno dengan ketentuan pada infografis di bawah.