Sleman, 19 September 2024 – Dalam upaya mewujudkan satuan pendidikan yang aman, nyaman, inklusif, dan menyenangkan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan tiga target utama dalam Pendidikan Berjenjang melalui Program Pendidikan Inklusif. Target tersebut mencakup penerapan pendidikan berjenjang, peningkatan kapasitas pendidik, dan pembentukan Unit Layanan Disabilitas (ULD). Salah satu langkah penting untuk mencapai target ini adalah kegiatan Advokasi Pemanfaatan Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif, yang dilaksanakan oleh Balai Pengembangan Mutu Pendidikan (BPMP) DIY pada Kamis (19/9), di Hotel Loman Park, Sleman, Yogyakarta.
Acara ini dihadiri oleh 48 peserta yang terdiri dari pejabat Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota di DIY, Koordinator Pengawas, serta perwakilan dari Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS). Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan advokasi dan peningkatan kapasitas bagi tenaga pendidik agar lebih siap dalam melaksanakan pendidikan inklusif di satuan pendidikan mereka.
Ketua Panitia, Drs. Mahmudin, MM, dalam laporannya menyampaikan pentingnya program pendidikan berjenjang sebagai layanan yang ditujukan terutama kepada satuan pendidikan dengan peserta didik penyandang disabilitas (PDPD) melalui platform Pusat Merdeka Mengajar (PMM). Mahmudin menekankan bahwa pendidikan inklusif memerlukan perubahan paradigma dan kesiapan hati dari para guru dalam menghadapi peserta didik dengan berbagai latar belakang kemampuan, termasuk penyandang disabilitas.
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Kasubbag Umum BPMP DIY, Retno Wijayanti, S.Psi., Psi., M.Pd. Dalam sambutannya, Retno menjelaskan bahwa pendidikan berjenjang memberikan landasan bagi guru untuk mengembangkan kemampuan dalam menangani peserta didik penyandang disabilitas, mulai dari tingkat dasar hingga tingkat mahir. “Diharapkan para guru dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam pendidikan inklusif, sehingga semua peserta didik mendapatkan layanan pendidikan yang setara,” ungkapnya.
Pada sesi pertama, Marike Nawang Palupi, selaku PIC PDM 12 BPMP DIY, menyampaikan materi tentang gambaran umum dan capaian pendidikan inklusif di Provinsi DIY. Marike memaparkan data terkini tentang sekolah-sekolah di DIY yang telah mengakses pendidikan berjenjang melalui PMM. Data tersebut diharapkan dapat memotivasi dinas pendidikan setempat untuk mendorong lebih banyak satuan pendidikan memanfaatkan program ini.
Sebagai narasumber kedua, Tita Sr Haryani, konsultan PDM 12 Kemendikbudristek, memaparkan detail tentang pelaksanaan pendidikan inklusif berjenjang, mulai dari tingkat dasar, tingkat lanjut, hingga tingkat mahir. Sesi diskusi yang interaktif mengundang banyak pertanyaan dan sharing session dari para peserta, yang menyoroti tantangan dan peluang dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif di satuan pendidikan masing-masing.
Eddy Thomas, Kepala Sekolah SMP Negeri 10 Kota Yogyakarta, menjadi narasumber terakhir dengan berbagi praktik baik terkait pelaksanaan pendidikan berjenjang inklusif di sekolahnya. Ia menyampaikan bahwa pendidikan inklusif tidak hanya meningkatkan kualitas pengajaran, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang lebih harmonis dan mendukung keberagaman.
Kegiatan ini ditutup dengan penyusunan rencana tindak lanjut oleh para peserta, yang bertujuan untuk mendorong satuan pendidikan di wilayah mereka agar lebih proaktif dalam mengakses pendidikan berjenjang inklusif melalui PMM. Diharapkan dengan kolaborasi antara dinas pendidikan, pengawas, MKKS, dan KKKS, angka partisipasi pendidik dalam belajar pendidikan berjenjang akan meningkat, serta terciptanya iklim pendidikan inklusif di seluruh satuan pendidikan di DIY.
Dengan adanya advokasi ini, Kemendikbudristek berharap pendidikan inklusif dapat menjadi bagian integral dari sistem pendidikan di Indonesia, sehingga semua anak, tanpa terkecuali, dapat menikmati haknya atas pendidikan yang berkualitas dan setara. (erni)