Penyiapan calon pimpinan sekolah di Kabupaten Gunung Kidul telah difasilitasi LPMP DI Yogyakarta sebagai salah satu lembaga penyelenggara diklat calon kepsek dan pengawas sekolah menjelang berakhirnya tahun 2020. Para calon kepala sekolah untuk jenjang SD menjalani proses pembekalan menjadi kepala sekolah profesional selama kurang lebih dua bulan (22 Oktober- 24 Desember 2020). Jumlah kelas calon kepala sekolah dari Bantul dua dan masing-masing kelas terdiri dari 11 peserta. Sedangkan jumlah kelas diklat calon kepala sekolah Gunung Kidul juga dua dan masing-masing kelas terdiri dari 20 peserta. Sebagai pengajar diklat calon kepala sekolah adalah widyaiswara LPMP DI Yogyakarta dengan pendampingan oleh kepala sekolah tempat peserta bertugas sebagai mentor serta difasilitasi tim Fasilitasi Peningkatan Mutu Pendidikan LPMP DIY.
Kualitas apa yang dipelajari di sekolah oleh siswa tergantung dari kualitas pengetahuan dan kemampuan guru dan pemimpin sekolahnya. Oleh karena itu program penyiapan calon kepala sekolah ini membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk memberikan pengalaman belajar kontekstual sekaligus mengintegrasikan teori dan praktik. Alur pembelajaran yang dilalui oleh para peserta dirancang sedemikian rupa agar para peserta dapat mengaktifkan kemampuan kognitif, sikap, dan ketrampilan. Peserta dituntut dapat mengidentifikasi permasalahan pembelajaran di sekolah pada On the Job Training 1 kemudian merancang program penyelesaian permasalahannya (dalam bentuk Rencana Proyek Kepemimpinan) pada In service training 1 (selama 5 hari). Setelah itu pada tahap On the Job Training 2, peserta melaksanakan rancangan yang telah disusun selama kurang lebih 38 hari. Akhir dari alur pembelajaran ini adalah presentasi laporan rencana proyek kepemimpinan dan gelar inovasi pada tahap In service Training 2. Tahap akhir ini berlangsung selama 3 hari.
Melalui materi-materi pembangunan karakter, manajerial sekolah, supervisi dan pengembangan kewirausahaan, para calon kepala sekolah diharapkan lebih siap memfasilitasi proses belajar (kognitif, afektif, dan psikomotor) para siswa di sekolah. Permasalahan utama fasilitasi pembelajaran di sekolah selama ini adalah belum dipertimbangkannya minat, kemampuan, serta latar belakang siswa sehingga pembelajaran cenderung difasilitasi secara klasikal. Dampaknya yang dapat diamati pencapaian hasil belajar yang belum maksimal. Mempertimbangkan karakteristik siswa dan memberikan ruang siswa untuk didengarkan menjadi salah satu prasyarat bagaimana kesejahteraan siswa (student wellbeing) dapat menerima dan bangkit dari kegagalan, memiliki hubungan baik dengan teman dan guru, mengoptimalkan kemampuan diri dan mendapatkan perasaan positif selama pembelajaran merupakan tujuan utama dari keseluruhan upaya kepemimpinan yang dilakukan oleh kepala sekolah. (marike/WI-FPMP LPMP DIY)